Tulisan ini terinspirasi salah satunya dari tulisannya mas Teguh Nugroho yang bercerita tentang travelmate. Di postingan tersebut saya komentar yang intinya kalau traveling lebih asik sama teman yang sama selera, stamina, dan keyakinannya. Tapi selama kita berpikiran terbuka dan saling mengerti satu sama lain saya rasa semua perbedaan tersebut bisa teratasi. Pengalaman saya sewaktu traveling ke Venezia beberapa waktu yang lalu bersama-sama dengan tiga orang teman yang berbeda sama sekali dalam berbagai hal kurang lebih dapat membuktikan kalau traveling dapat berjalan lancar dan asik juga. Kali ini saya tidak mau membahas tentang tempat wisata, transportasi, hotel, budget, dan lain-lain karena itu bisa didapat dari situs lain. Kali ini saya ingin bercerita mengenai cara kami mengatasi perbedaan-perbedaan yang kita temui selama traveling.

Pada saat itu travelmate saya adalah seseorang asal Asia mainland yang kalau saya perhatikan gaya jalan-jalannya adalah ingin menjelajahi semua tempat dalam satu waktu. Karena dia tidak punya agama jadi dia bebas mau melakukan apa saja. Tetapi dia tidak suka keluar malam dan kadang minum alkohol. Kemudian ada seseorang asal Amerika Latin yang sepertinya style sama seperti saya jalan-jalannya. Berasal dari keluarga Katolik tapi memilih untuk tidak beragama. Kadang keluar malam tetapi tidak minum alkohol. Terakhir ada seseorang asal Eropa yang merupakan pemeluk agama Kristen. Meskipun dia bilang kalo agamanya juga melarang minum alkohol, tapi dia yang merupakan peminum yang paling berat dan juga paling suka keluar malam. Sedangkan saya sendiri berasal dari Indonesia, Muslim yang tidak boleh minum alkohol dan tidak suka keluar malam. Sayangnya kami tidak sempat foto bersama pada waktu itu. Perbedaan-perbedaan yang kita temui antara lain:

Itinerary

Kami tahu kalau teman kami yang dari Asia yang paling semangat ingin mengunjungi ini itu. Oleh karena itu, kami menyerahkan sepenuhnya penyusunan rencana perjalanan kepadanya. Tujuan utamanya tentu saja untuk menghindari perselisihan karena benturan keinginan. Meskipun anggarannya (teman Asia) yang paling besar, tetapi dia tetap menyesuaikan itinerary-nya dengan anggaran yang kami miliki. Kami bertiga pun setuju-setuju saja dengan rencana perjalanan yang telah dia susun. Meskipun pada kenyataan di lapangan banyak yang tidak terpenuhi karena hujan, kami berempat tetap senang dan enjoy dengan perjalanan kami.

dscn0083

Makanan

Sebagai seorang muslim, ada beberapa jenis makanan yang tidak boleh saya makan, salah satunya adalah daging babi dan olahannya yang cukup populer di Italia. Saya tidak pernah memaksakan teman-teman saya untuk makan di tempat makan yang halal. Saya tetap ikut makan di mana pun dengan memesan menu vegetarian atau seafood tentunya. Bahkan teman-teman saya pun ikut menanyakan kepada pramusaji apakah makanan yang saya pesan mengandung babi dan/atau alkohol atau tidak. Pernah suatu saat, kami ingin membeli frittelle (kue khas Venezia) di dekat Rialto bridge. Sebelumnya saya sudah googling bahan-bahan untuk membuat frittelle dan saya memutuskan kalau frittelle tidak apa-apa untuk dimakan. Saya memesan dua jenis frittelle yang saya lupa nama jenisnya karena menggunakan bahasa Italia yaitu frittelle dengan isi yang berwarna kuning dan putih. Ketika saya dan salah seorang teman saya sedang memakan frittelle yang kuning, tiba-tiba teman saya bilang, “there’s liquor in this“. Saya langsung berhenti makan dan bilang, “you should have told me when I’m done“, sambil tersenyum. Teman saya pun tertawa.

Bayar Makanan

Di Indonesia, merupakan suatu hal yang lumrah (setidaknya bagi saya dan teman-teman kantor) apabila makan bersama di kantin atau restoran, salah seorang dari kami membayar ke kasir untuk semua kemudian masing-masing dari kami membayarkan bagian kami masing-masing ke teman yang sudah membayar ke kasir tadi. Tetapi bagi teman-teman saya, hal tersebut bukan merupakan hal yang biasa. Ketika selesai makan, kami selalu split the bills alias bayar masing-masing. Sebenernya bagi saya tidak ada masalah sih dengan hal itu. Masalah sempat muncul ketika satu restoran tempat kami makan tidak mau membagi tagihan kami sehingga kami harus bayar sekaligus. Salah satu teman saya sempat adu mulut dengan pramusaji karena restoran tersebut tidak menerima pembayaran dengan kartu dan saat itu uang kami juga tidak ada pecahan. Saya pun akhirnya maju ke kasir dan membayarkan semuanya. Tak lupa saya simpan receipt-nya untuk membuat perhitungan di apartemen nanti. Hehehe..

Tips: Hati-hati jika akan makan di restoran di Venezia atau di Italia pada umumnya. Tanyakan dahulu apakah ada biaya sit-in karena biasanya harga makanan untuk take away dan sit-in agak jauh berbeda.

Minuman

Saya tidak pernah mempermasalahkan ketika teman-teman saya minum alkohol di depan saya. Teman-teman saya juga tidak pernah memaksakan saya untuk minum alkohol bersama mereka. Yang penting kita duduk bersama dan asik bersama.

Waktu Sholat

Teman-teman saya kadang bertanya kepada saya, “have you prayed?“, saya jawab, “it’s not the time yet“, karena memang belum waktunya pada saat itu. Selama di Venezia, saya tidak menemukan tempat sholat baik itu masjid atau musholla. Ketika waktu sholat tiba, saya bilang ke teman saya kalau saya akan sholat dulu. Saya tidak memaksakan harus kembali ke apartemen untuk sholat, tetapi saya mencari space yang memungkinkan untuk sholat. Teman-teman saya pun tidak keberatan menunggu saya sholat selama kurang lebih lima menit.

Keluar Malam

Teman-teman saya yang suka keluar malam tidak pernah memaksa saya untuk mengikuti mereka nongkrong di bar atau semacamnya. Instead, mereka malah mengantar saya dulu ke apartemen sebelum keluar malam karena kunci apartemen hanya ada satu. Mereka juga tidak ingin membangunkan saya ketika mereka pulang dini hari dengan cara berjalan pelan-pelan masuk ke apartemen. Bagi saya pribadi tidak masalah terbangun ketika tidur karena memang hal tersebut wajar ketika jalan-jalan bersama teman-teman.

Kalau anda, bagaimana menyikapi perbedaan yang terjadi pada saat jalan-jalan bareng?

51 respons untuk ‘Toleransi dan Jalan-jalan

  1. hoho, paling ribet tuh kalo traveling ama keluarga sih. soalnya saya, anak dan suami ngga pernah kompak kalo ngetrip 😦 Biar ngga sutris, salah satu tipsnya adalah….. hindari jadwal traveling jelang PMS hahahah

  2. Wah! Beruntung banget bisa kenal dan jalan sama temen-temen yang pengertian. Bukan hal aneh sih dapet temen jalan yang toleran. Tapi, cerita di atas mah luar biasa toleransinya.

    Saya beberapa kali nemu temen jalan yang sulit diajak kompromi euy. Positif aja mikirnya, saya yang kurang sabar atau kurang bisa ajak nego. Akhirnya… Lebih sering milih jalan sendiri untuk hindarin konflik.

  3. Wah tema yang sangat menarik sekali ya mas Andi, ingin share sedikit mengenai pengalaman pribadi travelling dengan travelmate yang paling sering adalah konflik apalagi kalau soal belanja sering kali jadinya kami berpisah kalau bareng sama cewek-cewek pasti bawaanya mau nya cari belanja apalagi oleh-oleh kalau saya sukanya liat museum, nyantai di kastil melihat keindahan arsitektur, dan belajar sejarah dan menurut mereka bosan akhirnya jadinya pisah di jalan deh, belum lagi nungguin teman yang punya list setumpuk oleh-oleh mulai dari cari sizenya belum lagi difoto dulu barangnya kirim ke sosial media dan tunggu respon baru dibeli. Tapi kalau saya orangnya emang ngalah aja lah jadi saya jelasin aja ke mereka dan syukurnya mereka ngerti walaupun akhirnya jadi pergi sendiri dan cari meeting point untuk ketemuan jika urusan sudah kelar. Bagaimana menurut mas kejadian saya ini terima kasih salam kenal

    Ferdi Cullen

    1. Salam kenal juga mas Ferdi..
      Saya juga pernah sih pengalaman kayak gtu.. kalo emg udh punya acara sndri2 ya mending berpencar trus ketemuan dimana gtu setelah urusannnya selesai semua. Yang penting tetep enjoy krna kan ngetrip tujuannya buat seneng2.. 😁

  4. paling sering sih aku jalan ama suami sbnrnya… kalo sama dia, berhubung udh jd travelmate sejati sejak msh pacaran, jd kita berdua mah udh sejiwa ;p…

    nah tapi pernah jg sih jalan barengnya ama temen2 dan sepupu kadang… biasanya tetep, aku yg mereka jadiin team leader krn yg paling banyak pengalaman jalan.. caraku utk bisa ttp akur jalannya, kalo soal itin, aku pasti tanyain masing2 orang mau kemana… ga semua tempat bkl bisa dikunjungi pasti, tp aku coba cari jln tengahnya kalo ada tempat yg ga bisa didatangin…

    untuk biaya juga gitu, aku slalu bikin kesepakatan, kalo nanti (biasanya) aku bakal bayar duluan uang makan dll, dan mereka sepakat utk byr k aku.. ini penting disepakati dr awal siapa yg ngatur keuangan juga, supaya ntr ga ada gesekan..

    intinya sih, komunikasi sebelum pergi ;p.. syukurlah selama ini kalo traveling ama temen dan sepupu aku blm prnh bentrok ama mereka.

  5. Saling mengerti keinginan orang lain juga perlu ya, agar perjalanan bisa sama hepi. Mengalah sedikit untuk kebersamaan lebih baik ya mas. Satu lagi mas Andi pas dibilangin gitu buru2 dihabisin atau langsung wuek wuek muntahin?#penasaran #hahaha tapi pasti enak ya ^_^ jadi pengin jalan jalan dengan travelmate yang bermacam macam.

  6. Haha kocak, itu yang bagian seharusnya bilang pas udah habis makanannya 🙂

    Paling enak emang jalan sendiri, atau sama teman maksimal bertiga. Selebihnya? bisa sih, tapi berat.

    Setuju sama poin2nya mas.

  7. Makasih udah di-mention, mas. Mayan, numpang beken di mari 😀

    Btw kayaknya di dalam ajaran Kristen gak ada larangan minum alkohol, tapi dilarang mabuk. Jadi minum boleh, tapi jangan sampai mabuk. Like every Westerner does 🙂
    Yang di foto pertama itu siapa, mas? Kamu?
    Bersyukur banget ya bisa kenal sama travelmate seru kayak mereka. Kenal di mana sih?
    Eh maap banyak nanya hahaha

    1. Ooo gtu.. makasih koreksinya Mas.. maaf kalo salah.. saya cuma nulis yg temen saya bilang itu sih.. 😅
      Iya, itu aku.. beda apa gmn ni?
      Itu sama temen2 kampus mas jalan2nya..

  8. waaah enak ya kalo jalan sama temen yang pengertian gitu. hmm sya juga lumayan sering melakukan perjalanan bersama teman, untuk menghindari enak gak enak soal budget, makan transport dan sebagainya kadang memang totalan dulu baru nanti di akhir perjalanan dibagi dua.
    hmmm kalo soal destinasti memang selama ini belum menenui kendala sih, seleranya masih cukup sama lah hehe

  9. Kalau masalah makanan yg wajib y itu Mas jangan sampai ketemu daging itu. Aku sih jarang banget Traveling jauh bareng teman” atau keluarga. Malah kebanyakan sendirian ..

  10. Kayanya kadang2 emang ga bisa dihindari jadi harus toleransi. Seru sih cerita bang Andi wkwkwk beda2 bgt orangnya, cuma kalo saya sendiri nih kalo udah ngajakin yang enggak2 dari awal, alias belom pergi aja udah yang macem-macem, kadang suka males sendiri, abis gimana ya, udah pernah kejadian siih walaupun cuma jalan-jalan kecil, jadi saya agak parno kalo harus pergi sama yg semacam itu makanya jadi pergi sendiri/ cari barengan di situs2. Tapi, sejauh ini kalo ketemu sama yang “dadakan” sih oke-oke aja bahahha.

      1. wkwkwk macem2nya pengen hal-hal yang bikin saya jadi ngomong “aaah elaaah, gausah apeee” baahaha (cewek kok ceweek) bukan macem-macem yang gimana2 bahaaha. Tapi kalo jalan sendirian jadi takut. Gatau kenapa bencana alam dan lain-lain apalagi cuaca yang suka berubah, kriminalitas tiba-tiba bikin ngeri akhir-akhir ini buat jalan sendirian hahay

  11. Memang kalau jalan bareng kita harus pandai-pandai ‘mengatur’ diri sendiri. Iya, menurutku kuncinya di mengatur diri sendiri, bukan pada orang lain. Dan rasanya, kalau kita sendiri sudah berniat untuk ‘berkompromi’ dan ‘bertoleransi’ pada akhirnya semesta seperti ‘berkomplot’ dengan kita untuk menemukan orang yang asik buat kita.

    Buat saya, jalan bareng teman-teman yang berbeda ataupun sendiri itu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Yang pada akhirnya juga memberikan pengalaman yang berbeda.

    Btw, salut dengan ke-istiqomahan-mu dalam tetap menjalankan perintah agama -terutama yang wajib- ketika traveling. Semoga jalan makin jauh, pengalaman makin banyak, dan memperkaya jiwa 🙂

  12. perbedaan utama sih antara ngirit sm yg enggak sih – ini dr pengalaman jalan2 ya… Saya maunya ngirit di penginapan sm makan, temen2 saya enggak… Ujung2nya berantem :))))) gak ngomong walau akhirnya baikan lagi. TP pastinya udah gak mau jalan bareng. Memang gak cocok aja seleranya.

  13. paling ssah memang kalau jalan besama tapi besa selera dan style … tapi kalau selama orangnya memiliki toleransi dan empati .. masalahnya bisa beres … tapi kalau ketemu yang egois dan ga peduli … ribet deh .. hehe

  14. Perbedaan, ya, hmm, sampai saat ini daku masih seneng solo traveling. Bisa traveling rame-rame asal nggak lebih dari 4 orang. Biasanya, mereka ngikut aja dari itinerary yang daku bikin, jadilah lebih terstruktur. Atau, kalau memang punya tujuan beda, kita biasanya tentukan titik kumpul di A, misal ada yang ke B, C, D dll, bisa langsung pencar. Nanti tentuin waktu balik bareng di A. Jadi, lebih enak.

    Oya, kalau pengalaman bareng bule beda negara gitu juga pernah saya alami mas, pas masih short-course ke Jepang. Punya teman dari Rusia, Maroko, Perancis dan Inggris. Pas lagi main bareng, ya, pasti selalu kasih pertimbangan ke makanan atau minuman ini pas nggak buat yang muslim. Kebetulan, teman saya dari Maroko juga muslim.

    Kalau masakan Italia, menurut teman saya yang Chef asli Roma, sebagian besar memang menggunakan wine dan turunannya, karena itu bagian dari budaya mereka.

  15. Aku termasuk yang permisif kalau sama temen2, mau minum alkohol atau makan yang dilarang agamaku gpp selama gak diajak, malah kadang mereka yang menghindari duluan padahal aku bilang gpp cuma nemenin duduk aja kok. Selama jalan2 dan mesti bareng temen hostel yg baru jarang ada konflik krn paling males berdebat di jalan, apalagi aku orangnya pragmatis-melankolis.

      1. Di Medan sendiri temenku banyak yg Tionghoa, mas. Kalo ada aku mereka suka re-route tempat makan pdhl aku bilang gpp. Aku cukup duduk

  16. Beruntung banget mas dapat travelmate kayak gitu.
    Kalo saya sih sampe saat ini alhamdulillah dapat temen traveling yang pengertian.
    Paling sesekali yang bermasalah saat saya ingin irit, dianya yang agak boros. Tapi selama bisa saling mengerti sih aman aja.

  17. berdasar beberapa kali sih, saat makan memang lebih enak diputuskan untuk bayar sendiri2 karena jadi tidak merasa nggak enak namun peritungannya saat di penginapan, jadi pas masuk resto ya dibayar siapa duluan terus nanti struknya diitung : )

  18. saya lebih sering traveling rame-rame. kadang dengan keluarga, kadang dengan teman satu institusi tp beda kantor, kadang grup gado-gado dimana gabungan dari yang tua banget, mamah mudah dan anak2, gabungan dari keluarga, teman, temannya teman. dari awal kalo ada yang baru gabung, boleh saja dengan syarat tidak rewel, kuat jalan kaki, bawaan siap tidak rempong. banyak melibatkan mereka dalam pilihan itin atau penginapan, setidaknya mereka tau kondisinya. Soal keuangan saat traveling, nunjuk 1 orang yang jadi koordinator ngumpulin duit sharing dan tukang bayar dan pastinya bukan saya. Awal-awal traveling rame-rame, mereka yangmenyesuaikan dengan gaya traveling saya. Tapi makin kesini, sy sudah lebih toleran. Misalnya sdh tidak terlalu memaksakan itin terlalu padat, penginapan gak melulu dorms, makan juga gak ngirit2 amat.

Tinggalkan Balasan ke andinormas Batalkan balasan